9.18.2008

Tamique

Sekedar untuk mengingat seorang kawan, sahabat ku Tamique yang sekarang terbaring lemah melawan sakit yang dideritanya strook! kususun rangkaian cerita ini sebagai ungkapan dari hatiku untuk turut berduka, kawan!
:(
Episode : I, SMS Yang mengejutkan!

Tiba-tiba hanphone ku dikamar berdering menyalak yang nyaris sama dengan suara telpon rumah kemudian disauti alunan merdu dari penggalan reff. lagu Lionel Richie Hello wow bukan main! Dering ini kubuat beberapa waktu lalu dengan menggunakan oldring dari hp dan file lagu dari mp3 yang sudah cut pada bagian di reffrein nya saja. Kemudian dengan menggunakan sound recorder yang ada di MSWindows. Lalu dengan menggabungkan kedua file tersebut jadilah satu ringtone baru!. Untuk yang satu ini memang hobby yang sangat menarik bagiku. Dari instrument sampai lagu lama alm. Benyamin S hujan gerimis sampai lagu sang kodok pernah ikut meramaikan ringtone di hp ku itu. Bosan ringtone yang satu ganti dengan dengan yang lain, biasanya paling lama bertahan dua minggu, ringtone sudah berubah.
Bergegas kuangkat handphone tersebut, kulihat di layar tertera nama Tamique lalu belum sempat sempat kusapa dengan kata hallo, suara dering hp terputus.
Kulirik jam di dingding, pukul 21.15 wib. Diluar rumah udara sangat dingin, maklum dilingkungan tempat tinggalku di kelilingi oleh pohon-pohon karet milik perkebunan. Ku pikir ada apa ya malam-malam begini nelpon? Tapi sudah lah besok saja di telpon balik Pikirku. Akupun balik kembali ke ruang keluarga untuk melihat acara tv.


Selang beberapa menit kemudian kembali hp ku berdering seperti tadi. Bergegas aku kembali kemar, si Tamique lagi! batin ku.
“hallo!” kataku.
Tidak ada suara menjawab di seberang sana. Lalu sambungan kembali terputus, akhirnya karena penasaran ku call balik panggilannya tersebut. Biasanya temanku yang satu ini jarang-jarang nelpon malam hari. Jarak rumah kami memang berbeda kota, sekitar 150 km. Kutunggu beberapa saat, lalu panggilan tersambung.
“Hallo” kataku. Tak ada balasan.
Kudengar di seberang sana beberapa suara anak-anak kecil yang saling bercengkrama. Ada yang berteriak, ada yang memanggil nama kawan nya yang lain. Terdengar juga olehku suara sepeda motor yang melintas. Kebetulan teman ku ini tinggal di jalan, tepatnya gang yang padat. Jalan tersebut tidak begitu panjang. Sekitar 300 meter dan lebarnya 2.5 meter saja. Antara sisi-sisa jalan hanya ada parit kecil 30 cm dengan kedalaman 60 cm saja. pagar rumah yang berderat disepanjang jalan tersebut pas beberapa cm saja dari parit. Dengan bentuk bangunan rumah disekitar pemukiman tersebut yang satu sama lain tidak memiliki kesamaan, sehingga tak jarang ada rumah yang salah satu tembok dinding nya disana sampai pinggir parit.
Salah satu ujung jalan nya bersimpangan dengan jalan raya, sementara ujung jalan yang satu bersimpangan dengan jalan kecil saja. Sehingga kalau ada dua mobil yang melintas berlawanan arah, maka jalan tersebut akan susah sekali dilewati ditambah lagi orang-orang yang lalu lalang, lain lagi becak yang juga kadang ikut melintas. Belum lagi sepeda motor yang tak kalah banyaknya, menambah sesak saja.
Sehingga mobil yang sudah terlanjur masuk belakangan tadi harus harus berjalan pelan mepet kepinggir jalan atau mencari tempat yang agak lebar sehingga bisa masuk kesana untuk memberi ruang sedikit untuk mobil yang masuk duluan, sehingga bisa lewat. Kalau sudah begini biasanya akan mulailah muncul kebiasaan yang sering kita ihat sehari-hari di jalanan macet. Apalagi kalau bukan ramainya pengendara yang saling membunyikan klakson kenderaan masing-masing!
Tak heran malam-malam begini masih ramai saja.
Kutunggu lama dering hp temanku tersebut. Selang beberapa saat kemudian ada jawaban dari seberang sana, suara wanita !
“Nomor yang anda hubungi tidak menjawab, silahkan tinggalkan pesan setelah bunyi nada berikut!”.
Akhirnya kumatikan panggilan tersebut dan akupun kembali ke ruang keluarga.
Esoknya aku seperti biasa, pagi berangkat kerja dengan sepeda motor. Kebetulan rumah dan tempat kerja tidak begitu jauh jarak. Hanya sekitar 1 km saja, sehingga tidak perlu terburu-buru untuk sampai ke sana. Sampai dua hari berikutnya sudah berlalu , namun aku tidak teringat untuk menelpon tamique. Biasanya kalau ada sesuatu hal yang penting untuk di hubungi, aku selalu mencatat pada ‘reminder’ pada hpku atau kalau sedang malas hanya mencatat pada secarik kertas kecil kemudian kuselipkan di kantong baju yang sudah dipersiapkan sebelum berangkat kerja. Esoknya siang setelah aku sampai ditempat kerja, aku menerima sms dari keponakan ku yang isinya sangat mengajetkan!
“Om Tamique siang tadi masuk rumah sakit, strook!” berulang-ulang kubaca sms tersebut tidak percaya. Ah benarkah dia kena strook! Padahal usianya masih 43 tahun. Yang terbayang olehku adalah strook, biasanya dialami oleh seseorang yang sudah berusia diatas 50 tahun.ini karena seringnya kulihat. dan kebetulan kakek ku, ayah dari ibuku juga mengalami strook pada usia hampir mendekati 60 tahun. Dan juga sering nya kulihat beberapa penderita tersebut yang mengalaminya hal tersebut setelah beberapa tahun pensiun dari masa kerja atau ‘post power syndrom’.
Aku semakin penasaran terhadap kawanku yang satu ini, tamique orangnya periang, mudah bergaul dan sangat sosial terhadap teman-teman. Karena kepribadiannya tersebut sehingga rekan-rekan kerjanya dan lingkungan kampus semua mengenalnya, mulai dari satpam, penjaga kantin, dosen, dekan, rektor apalagi mahasiswa semua mengenalnya.
Kutelpon keponakan ku tadi. Setelah beberapa saat menunggu
“Assallamuallaikum! Hallo Tika, kapan om Tamique masuk rumah sakitnya dan dimana di rawat sekarang” tanyaku tanpa basa-basi.
“Waallaikumsallam, di rumah Sakit KODAM om, sekarang masih di ruang ICU” katanya.
“Apa memang kena strook!” aku mencoba mencari ketegasan dari keponakan ku itu.
“Iya om, kemarin dia pingsan di kampus, terus dibawa ke rumah sakit, kata dokter strook” lanjutnya.
“Ya sudah, terima kasih ya, Assallamuallaikum ” jawabku singkat mengakhiri.
....BERLANJUT KE EPISODE II : di Rumah Sakit